RSS

Pattimura, pahlawan Muslim tanah Maluku, lagi2 pembelokan sejarah

26 Agu

PEMBOHONGAN MEDIA – KAPITEN AHMAD PATTIMURA

السلام عليكم . بِسْــــمِ ﷲِالرَّحْمَنِ الرَّحِيم.لا إله إلاَّ الله.محمد رسو ل الله

الحمد لله رب العا لمين. الصلاة و السلام على رسو ل الله.اما بعد

Tokoh Muslim ini sebenarnya bernama Ahmad Lessy, tetapi dia lebih dikenal dengan Thomas Mattulessy yang identik Kristen. Inilah Salah satu contoh deislamisasi dan penghianatan kaum minor atas sejarah pejuang Muslim di Maluku dan/atau Indonesia umumnya.

Nunu oli

Nunu seli

Nunu karipatu

Patue karinunu

(Saya katakan kepada kamu sekalian (bahwa) saya adalah beringin besar dan

setiap beringin besar akan tumbang tapi beringin lain akan menggantinya

(demikian pula) saya katakan kepada kamu sekalian (bahwa) saya adalah batu besar

dan setiap batu besar akan terguling tapi batu lain akan menggantinya).

Ucapan-ucapan puitis yang penuh tamsil itu diucapkan oleh Kapitan Ahmad Lessy atau dikenal dengan sebutan Pattimura, pahlawan dari Maluku. Saat itu, 16 Desember 1817, tali hukuman gantung telah terlilit di lehernya. Dari ucapan-ucapannya, tampak bahwa Ahmad Lessy seorang patriot yang berjiwa besar. Dia tidak takut ancaman maut.

Wataknya teguh, memiliki kepribadian dan harga diri di hadapan musuh. Ahmad Lessy juga tampak optimis. Namun keberanian dan patriotisme Pattimura itu terdistorsi oleh penulisan sejarah versi pemerintah. M Sapija, sejarawan yang pertama kali menulis buku tentang Pattimura, mengartikan ucapan di ujung maut itu dengan “Pattimura-Pattimura tua boleh dihancurkan, tetapi kelak Pattimura-Pattimura muda akan bangkit”. Namun menurut M Nour Tawainella, juga seorang sejarawan, penafsiran Sapija itu tidak pas karena warna tata bahasa Indonesianya terlalu modern dan berbeda dengan konteks budaya zaman itu.

Di bagian lain, Sapija menafsirkan, “Selamat tinggal saudara-saudara”, atau “Selamat tinggal tuang-tuang”. Inipun disanggah Tawainella. Sebab, ucapan seperti itu bukanlah tipikal Pattimura yang patriotik dan optimis. Puncak kontroversi tentang siapa Pattimura adalah penyebutan Ahmad Lessy dengan nama Thomas Mattulessy, dari nama seorang Muslim menjadi seorang Kristen. Hebatnya, masyarakat lebih percaya kepada predikat Kristen itu, karena Maluku sering diidentikkan dengan Kristen.

Muslim Taat

Ahmad Lessy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lessy, lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Saparua seperti yang dikenal dalam sejarah versi pemerintah). Ia bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku disebut Kasimiliali.

Menurut sejarawan Ahmad Mansyur Suryanegara, Pattimura adalah seorang Muslim yang taat. Selain keturunan bangsawan, ia juga seorang ulama. Data sejarah menyebutkan bahwa pada masa itu semua pemimpin perang di kawasan Maluku adalah bangsawan atau ulama, atau keduanya.

Bandingkan dengan buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit. M Sapija menulis, “Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau bukan nama orang tetapi nama sebuah negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan”.

Ada kejanggalan dalam keterangan di atas. Sapija tidak menyebut Sahulau itu adalah kesultanan. Kemudian ada penipuan dengan menambahkan marga Pattimura Mattulessy. Padahal di negeri Sahulau tidak ada marga Pattimura atau Mattulessy. Di sana hanya ada marga Kasimiliali yang leluhur mereka adalah Sultan Abdurrahman.

Jadi asal nama Pattimura dalam buku sejarah nasional adalah karangan dari Sapija. Sedangkan Mattulessy bukanlah marga melainkan nama, yaitu Ahmad Lessy. Dan Thomas Mattulessy sebenarnya tidak pernah ada di dalam sejarah perjuangan rakyat Maluku.

Berbeda dengan Sapija, Mansyur Suryanegara berpendapat bahwa Pattimura itu marga yang masih ada sampai sekarang. Dan semua orang yang bermarga Pattimura sekarang ini beragama Islam. Orang-orang tersebut mengaku ikut agama nenek moyang mereka yaitu Pattimura.

Masih menurut Mansyur, mayoritas kerajaan-kerajaan di Maluku adalah kerajaan Islam. Di antaranya adalah kerajaan Ambon, Herat, dan Jailolo. Begitu banyaknya kerajaan sehingga orang Arab menyebut kawasan ini dengan Jaziratul Muluk (Negeri Raja-raja). Sebutan ini kelak dikenal dengan Maluku.

Mansyur pun tidak sependapat dengan Maluku dan Ambon yang sampai kini diidentikkan dengan Kristen. Penulis buku Menemukan Sejarah (yang menjadi best seller) ini mengatakan, “Kalau dibilang Ambon itu lebih banyak Kristen, lihat saja dari udara (dari pesawat), banyak masjid atau banyak gereja. Kenyataannya, lebih banyak menara masjid daripada gereja.”

Klik pada gambar agar gambar lebih besar untuk disebarkan … ^^,

Sejarah tentang Pattimura yang ditulis M Sapija, dari sudut pandang antropologi juga kurang meyakinkan. Misalnya dalam melukiskan proses terjadi atau timbulnya seorang kapitan. Menurut Sapija, gelar kapitan adalah pemberian Belanda. Padahal tidak.

Leluhur bangsa ini, dari sudut sejarah dan antropologi, adalah homo religiosa (makhluk agamis). Keyakinan mereka terhadap sesuatu kekuatan di luar jangkauan akal pikiran mereka, menimbulkan tafsiran yang sulit dicerna rasio modern. Oleh sebab itu, tingkah laku sosialnya dikendalikan kekuatan-kekuatan alam yang mereka takuti.

Jiwa mereka bersatu dengan kekuatan-kekuatan alam, kesaktian-kesaktian khusus yang dimiliki seseorang. Kesaktian itu kemudian diterima sebagai sesuatu peristiwa yang mulia dan suci. Bila ia melekat pada seseorang, maka orang itu adalah lambang dari kekuatan mereka. Dia adalah pemimpin yang dianggap memiliki kharisma. Sifat-sifat itu melekat dan berproses turun-temurun. Walaupun kemudian mereka sudah memeluk agama, namun secara genealogis/silsilah/keturunan adalah turunan pemimpin atau kapitan. Dari sinilah sebenarnya sebutan “kapitan” yang melekat pada diri Pattimura itu bermula.

Perjuangan Kapitan Ahmad Lessy Perlawanan rakyat Maluku terhadap pemerintahan kolonial Hindia Belanda disebabkan beberapa hal. Pertama, adanya kekhawatiran dan kecemasan rakyat akan timbulnya kembali kekejaman pemerintah seperti yang pernah dilakukan pada masa pemerintahan VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie).

Kedua, Belanda menjalankan praktik-praktik lama yang dijalankan VOC, yaitu monopoli perdagangan dan pelayaran Hongi. Pelayaran Hongi adalah polisi laut yang membabat pertanian hasil bumi yang tidak mau menjual kepada Belanda. Ketiga, rakyat dibebani berbagai kewajiban berat, seperti kewajiban kerja, penyerahan ikan asin, dendeng, dan kopi.

Akibat penderitaan itu maka rakyat Maluku bangkit mengangkat senjata. Pada tahun 1817, perlawanan itu dikomandani oleh Kapitan Ahmad Lessy. Rakyat berhasil merebut Benteng Duurstede di Saparua. Bahkan residennya yang bernama Van den Bergh terbunuh. Perlawanan meluas ke Ambon, Seram, dan tempat-tempat lainnya.

Perlawanan rakyat di bawah komando Kapitan Ahmad Lessy itu terekam dalam tradisi lisan Maluku yang dikenal dengan petatah-petitih. Tradisi lisan ini justru lebih bisa dipertanggung jawabkan daripada data tertulis dari Belanda yang cenderung menyudutkan pahlawan Indonesia. Di antara petatah-petitih itu adalah sebagai berikut:

Yami Patasiwa Yami Patalima

Yami Yama’a Kapitan Mat Lessy

Matulu lalau hato Sapambuine

Ma Parang kua Kompania

Yami yama’a Kapitan Mat Lessy

Isa Nusa messe

Hario,Hario,Manu rusi’a yare uleu uleu ‘o

Manu yasamma yare uleu-uleu ‘o

Talano utala yare uleu-uleu ‘o

Melano lette tuttua murine

Yami malawan sua mena miyo

Yami malawan sua muri neyo

(Kami PatasiwaKami Patalima

Kami semua dipimpin Kapitan Ahmad Lessy

Semua turun ke kota SaparuaBerperang dengan Kompeni Belanda

Kami semua dipimpin Kapitan Ahmad Lessy

Menjaga dan mempertahankan

Semua pulau-pulau iniTapi pemimpin sudah dibawa ditangkap

Mari pulang semuaKe kampung halaman masing-masing

Burung-burung garuda (laskar-laskar Hualoy)

Sudah pulang-sudah pulangBurung-burung talang

(laskar-laskar sekutu pulau-pulau)

Sudah pulang-sudah pulangKe kampung halaman mereka

Di balik Nunusaku Kami sudah perang dengan Belanda

Mengepung mereka dari depan

Mengepung mereka dari belakang

Kami sudah perang dengan Belanda

Memukul mereka dari depan

Memukul mereka dari belakang)

Berulangkali Belanda mengerahkan pasukan untuk menumpas perlawanan rakyat Maluku, tetapi berulangkali pula Belanda mendapat pukulan berat. Karena itu Belanda meminta bantuan dari pasukan yang ada di Jakarta. Keadaan jadi berbalik, Belanda semakin kuat dan perlawanan rakyat Maluku terdesak. Akhirnya Ahmad Lessy dan kawan-kawan tertangkap Belanda. Pada tanggal 16 Desember 1817 Ahmad Lessy beserta kawan-kawannya menjalani hukuman mati di tiang gantungan.

Nama Pattimura sampai saat ini tetap harum. Namun nama Thomas Mattulessy lebih dikenal daripada Ahmad Lessy atau Mat Lessy. Menurut Mansyur Suryanegara, memang ada upaya-upaya deislamisasi dalam penulisan sejarah. Ini mirip dengan apa yang terjadi terhadap Wong Fei Hung di Cina. Pemerintah nasionalis-komunis Cina berusaha menutupi keislaman Wong Fei Hung, seorang Muslim yang penuh izzah (harga diri) sehingga tidak menerima hinaan dari orang Barat. Dalam film Once Upon A Time in China, tokoh kharismatik ini diperankan aktor ternama Jet Li.



Indonesia tidak pernah dimerdekakan dengan teriakan “HALELUYA”

Tapi Indonesia dimerdekakan dengan pekik JIHAD FI SABILILLAH “ALLAHU AKBAR !”

Jihad ulama, ustadz, santri & muslim melawan penjajah penyebar ajaran “TUHAN 3 in 1”

Tapi mengapa “mereka” sekarang seolah membenci sekali Islam?

Bagi yang tidak percaya,,, perlu bukti,,, silahkan klik disini:

http://id.wikipedia.org/wiki/Pattimura

Posted with WordPress for BlackBerry.

 
4 Komentar

Ditulis oleh pada Agustus 26, 2010 inci Islam, Refleksi Jiwa

 

Tag:

4 responses to “Pattimura, pahlawan Muslim tanah Maluku, lagi2 pembelokan sejarah

  1. tempatpensil

    Agustus 27, 2010 at 3:10 am

    alhamdulillah membaca sejarah ini sungguh sangat tercengang setelah sekian puluh tahun mengetahui hanya dari buku2 yang kurang valid, semoga semakin banyak tulisan2 yang bermutu terutama menyangkut pahlawan yang muslim, trims

     
  2. rivki muhammad

    Desember 1, 2010 at 9:23 pm

    setuju.
    Kapitan Pattimura memang mujahid tulen dari maluku.

     
  3. absan mohamad

    Februari 22, 2011 at 4:11 pm

    saya setuju!karena setau saya islam tak pernah diperankan dalam sejarah kemrdekaan dalam buku2 pelajaran sejarah

     
    • petra fd latupeirissa

      April 22, 2011 at 8:28 am

      Buat beta yang beragama sarani, seng melihat pattimura itu selam atau sarani. yang penting sejarah harus diluruskan. perlu diadakan seminar atau pengkajian bersama dari kalangan cendikiawan dan intelectual, bukan dari para tokoh agama atau rohaniawan. Beragama hanya membuat tembok/batasan antara satu dengan yang lain, Orang beragama belum tentu punya Tuhan dalam hidup, so sebaiknya kita ber-Tuhan saja. Buktinya semua orang mengaku beragama, tapi masih saling membenci, iri hati,membunuh dll.
      Jadi masalah Pattimura mari focus sama pelurusan sejarah bukan focus pada agamanya.
      Kasihan sekali pandangan terlalu picis.
      Buat beta pribadi mau apaun agamanya, Pattimura adalah Pahlawan bangsa Maluku..
      God Bless Maluku

       

Tinggalkan komentar